CELEBES IMAGES, Makassar – Perjuangan warga Bara-Baraya dalam menghadapi ancaman penggusuran terus berlanjut hingga kini. Sejak 2016, mereka tanpa lelah mempertahankan hak atas tanah tempat mereka tinggal, yang hendak dirampas oleh kepentingan segelintir pihak berkuasa.
Pada Januari 2025, warga kembali menunjukkan tekad mereka untuk melawan ketidakadilan, didukung oleh mahasiswa yang turut serta dalam aksi protes. Dalam situasi penuh tekanan ini, peran perempuan Bara-Baraya semakin menonjol. Mereka tidak sekadar mendukung perjuangan, tetapi juga berdiri di garis depan, memperkokoh solidaritas perlawanan.
Dalam berbagai aksi menentang penggusuran, perempuan Bara-Baraya berperan aktif. Mereka tak hanya turun ke jalan dengan keberanian sejajar dengan laki-laki, tetapi juga mengurus logistik perjuangan, memastikan kebutuhan aksi terpenuhi. Setiap langkah mereka adalah bentuk perlawanan bahwa tanah dan tempat tinggal bukan sekadar aset, melainkan sumber kehidupan yang harus dilindungi.
Keterlibatan perempuan dalam gerakan ini menunjukkan bahwa perjuangan melawan penggusuran adalah milik semua orang, tanpa terkecuali. Salah satu yang turut berjuang adalah Yulianti (41). Baginya, perempuan memiliki peran yang sama dalam melawan ketidakadilan.
“Kita juga harus maju,” ujar Yulianti.
Dikenal dengan panggilan Mace, ia menegaskan bahwa keterlibatannya didorong oleh keinginan untuk melindungi rumah dan masa depan anak-anaknya.
“Bagaimana kami tidak terlibat? Sebab anak-anak kami ada di sini,” katanya.
![](https://celebesimages.id/wp-content/uploads/2025/02/unnamed-3-768x1024.jpg)
Sejak ancaman penggusuran mencuat pada 2016, Yulianti mengaku hidupnya dipenuhi kecemasan. “Biasanya saya tidur jam 11 malam, tapi satu jam kemudian sudah terbangun lagi dan tak bisa tidur sampai pagi,” tuturnya.
Karena kegelisahan itu, ia selalu mengingatkan perempuan lain di komunitasnya agar tetap siaga terhadap kemungkinan penggusuran yang bisa terjadi kapan saja. “Saya selalu bilang ke ibu-ibu di sini, jangan sampai lengah, jangan merasa tenang dulu,” pesannya.
Selain menghadapi ancaman penggusuran, Yulianti juga menjadi korban kebakaran yang terjadi pada 2021. Mengenang kejadian itu, ia menceritakan bagaimana ia dan para ibu lainnya memilih tidur di luar rumah demi menghindari bahaya yang bisa datang kapan saja.
“Kami berjaga setiap malam, takut ada serangan kapan pun, baik siang maupun malam. Saya sendiri tidak pernah tidur di dalam rumah, hanya anak-anak yang berada di dalam. Sementara kami, para ibu, tetap berjaga di luar bersama warga lainnya,” ungkap Yulianti.
Saat kebakaran terjadi, Yulianti bertekad untuk tidak meninggalkan rumahnya. Hingga kini, ia tetap menjaga agar rumahnya tidak pernah kosong dalam waktu lama. “Sejak kebakaran itu, saya tidak pernah meninggalkan rumah ini,” tambahnya.
Selain ancaman fisik, Yulianti dan warga Bara-Baraya juga menghadapi berbagai bujukan untuk meninggalkan tanah mereka, termasuk tawaran uang sebagai kompensasi. Namun, mereka tetap bertahan dan menolak iming-iming tersebut.
“Saya pernah ditelepon dan ditawari uang untuk mengosongkan tanah di belakang. Jumlahnya bervariasi, dari Rp50 juta hingga Rp100 juta. Tapi kami tidak tergoda, kami memilih untuk tetap tinggal,” tegasnya.
![](https://celebesimages.id/wp-content/uploads/2025/02/Yulianti.png)
Menurut Yulianti, uang yang ditawarkan tidak sebanding dengan nilai tanah mereka. “Kalau dibagi delapan bersaudara, apa yang bisa didapat dari Rp100 juta? Itu tidak cukup untuk membeli rumah baru. Jadi kami bertahan,” ujarnya.
Ketua RW 01 Kelurahan Bara-Baraya, Andarias (51), juga mengingatkan warganya agar tidak terpengaruh dengan tawaran tersebut. Menurutnya, nilai puluhan juta rupiah sangat kecil dibandingkan dengan harga tanah saat ini.
“Kami terus melakukan konsolidasi agar warga tetap kuat dan tidak tergoda dengan janji ganti rugi. Rp100 juta itu tidak ada apa-apanya dibanding harga tanah yang mereka miliki sekarang,” jelasnya.
Andarias menegaskan bahwa perjuangan warga bukanlah tindakan ilegal. Mereka hanya berusaha mempertahankan hak mereka atas tanah yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun.
“Kami bukan penyerobot atau perampas tanah. Kami memiliki hak yang sah atas tanah ini dan kami akan terus memperjuangkannya,” tegasnya.
Foto dan Naskah: Kembang Lisu Allo